Saturday, October 18, 2008

Guru Sekolah Swasta Bukan Tamatan Sekolah Guru



Akibat buruk :
1. Hanya bisa mengajar, tidak bisa mendidik.
2. Mutu pendidikan kurang.
3. Kualitas bangsa Indonesia kurang di bidang ilmu pengetahuan.
Alternatif solusi : Selain tamatan sekolah guru, boleh saja mengajar. Tetapi harus ada semacam diklat minimal selama tiga bulan dan di beri akreditasi oleh Pemerintah. Baru boleh mengajar. Tapi ini harus gratis.
Keuntungan : Mereka tidak hanya bisa mengajar, tetapi juga bisa mendidik. Sehingga generasi muda penerus bangsa ini betul-betul mendapatkan bimbingan dari orang yang ahli di bidangnya.

Keterangan:
Begitu banyaknya sekolah swasta yang bertebaran seantero tanah air tercinta ini, namun sayangnya banyak sekali guru-gurunya bukan tanmatan sekolah guru. Sehingga pada umumnya mereka hanya bisa mengajar, tetapi tidak bisa mendidik. Mereka hanya bisa menyampaikan materi pelajaran, tetapi ilmu bagaimana memanusiakan manusia mereka tidak dapat. Mereka tidak menguasai teknik mengajar yang benar, mereka tidak paham bagaimana membimbing anak didik, mereka tidak paham strategi mengajar, mereka tidak mengerti alat bantu pengajaran, mereka tidak mengetahui metode mengajar, mereka tidak menguasai teknik evaluasi dan keterampilan mengajar dan mendidik seperti yang diperoleh para mahasiswa di fakultas keguruan dan institut keguruan. Sehingga yang menderita rugi adalah anak-anak didik kita, karena para guru non-akademik keguruan ini kebanyakan hanya mengejar target jam mengajar dan terkadang melakukan KKN dengan orang tua murid. Sehingga sudah saatnya, sebelum terjun mengajar para guru non-akademik keguruan ini harus mengikuti semacam diklat minimal selama tiga bulan dan di beri akreditasi dan yang melakukannya harus Pemerintah, tetapi harus gratis. Hal ini sangat penting, karena guru yang tamatan sekolah guru saja tidak menjamin kesuksesan pendidikan, apa lagi yang tamatan sekolah lain ikut-ikutan mengajar. Padahal salah satu kunci sukses kemajuan bangsa ini adalah di bidang pendidikan. Kita sudah sangat tertinggal, bahkan minat baca saja kita terendah di ASEAN. Bagaimana mungkin kita berani menepuk dada dan mengatakan bahwa diri kita sebagai sebuah bangsa yang besar? Kita memang sungguh besar kemaluan (eh, maaf. Maksudnya kita memang tidak tahu malu, sudah bodoh, miskin materi dan moral tetapi tetap merasa adalah pemilik surga negeri yang kaya ini).

No comments: